Kamis, 27 Januari 2011

Makalah MK. SMI (Tata Kehidupan Sosial Masyarakat Pedesaan)

MAKALAH
STUDI MASYARAKAT INDONESIA
TATA KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT PEDESAAN









Materi Pokok Bahasan:

1.      Mobilitas Sosial
2.      Pekerjaan dan Mata Pencaharian
3.      Pelapisan Sosial
4.      Interaksi Sosial
5.      Pola Kepemimpinan
6.      Kesetiakawanan Sosial
7.      Nilai dan Sistem Nilai

          

Disusun Oleh:

ALFIAN SIGIT PERMANA
NPM: 10211017



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI KONSENTRASI KOPERASI
FAKUTAS ILMU PENDIDIKAN SOSIAL
IKIP PGRI MADIUN
TAHUN PEMBELAJARAN 2010/2011
KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul ”Tata Kehidupan Sosial Masyarakat Pedesaan”.
Penulisan makalah ini adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Studi Masyarakat Indonesia.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini, khususnya kepada :
  1. Bapak pengampu mata kuliah Studi Masyarakat Indonesia, yang telah memberikan pengarahan baik berupa moriil maupun materiil selama mengikuti Mata Kuliah Studi Masyarakat Indonesia.
  2. Rekan-rekan kakak tingkat, yang telah memberikan masukan maupun solusi terhadap makalah kami.
  3. Rekan-rekan yang telah sudi membantu kami dalam menyusun makalah ini.
  4. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada keluarga tercinta yang telah memberikan dorongan dan bantuan serta pengertian yang besar kepada penulis, baik selama mengikuti perkuliahan maupun dalam menyelesaikan makalah ini.
  5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.



Madiun,   Januari 2011


Penulis
DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iii
BAB I    :  Pendahuluan............................................................................................ 1
                  Latar Belakang Masalah......................................................................... 2
                  Alasan Memilih Judul.............................................................................. 3
BAB II   :  1.   Pengertian Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat
                        Perkotaan beserta ciri-cirinya............................................................ 4
2.        Perbedaan Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan.............................. 7
Berdasarkan :
a.        Lingkungan umum orientasi terhadap alam............................. 7
b.       Pekerjaan dan Mata Pencaharian.......................................... 7
c.        Kepadatan Penduduk........................................................... 7
d.       Mobilitas Sosial.................................................................... 8
e.        Interaksi Sosial..................................................................... 8
f.         Pola Kepemimpinan.............................................................. 8
g.        Kesetiakawanan Sosial......................................................... 8
h.        Nilai dan Sistem Nilai............................................................ 9
i.          Homogenitas dan Heterogenitas............................................ 9
j.         Standart Kehidupan.............................................................. 9
k.       Diferensiasi Sosial................................................................. 9
l.          Ukuran Komunitas................................................................ 9
m.      Pengawasan Sosial............................................................... 9
n.        Pelapisan Sosial.................................................................... 10
BAB III  : A.    Mobilitas Sosial................................................................................ 11
B.        Pekerjaan dan Mata Pencaharian..................................................... 14
C.       Pelapisan Sosial............................................................................... 15
D.       Interaksi Sosial................................................................................ 17
E.        Pola Kepemimpinan......................................................................... 18
F.        Kesetiakawanan Sosial.................................................................... 19
G.       Nilai dan Sistem Nilai....................................................................... 19
BAB IV  : 1.   Kesimpulan........................................................................................ 21
                 2.   Penutup............................................................................................. 21
                 3.   Saran................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 22
BAB I
PENDAHULUAN


Umumnya tata kehidupan sosial masyarakat di dalam pedesaan menggunakan tata kehidupan sosial yang masih sangat tradisional. Masyarakat pedesaan dalam kegiatan ekonominya pun mayororitas memiliki mata pencaharian dalam bidang pertanian dan perkebunan. Kegitan bertani maupun berkebun semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, bukan untuk dijual.
Masyarakat pedesaan sulit sekali untuk melakukan perubahan karena pola pikir masyarakatnya, terutama pola pikir generasi tua yang masih didasarkan pada tradisi. Di samping itu, kurangnya proses pemerataan pembangunan dan informasi sering kali menimbulkan kondisi yang kontras antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan.
Didalam kepemimpinan, hubungan antara pemimipin dan rakyat berlangsung secara informal dan terkadang seorang pemimpin mempunyai beberapa kedudukan dan peranan yang sulit untuk dipisahkan, sehingga segala sesuatu yang terjadi di pedesaan dipusatkan pada diri seorang kepala desa.


LATAR BELAKANG MASALAH


Masyarakat pedesaan bisa dikatakan primitif dengan kata lain belum bisa dikatakan modern. Hal ini dikarenakan masyarakat pedesaan memiliki pola pikir yang tertutup. Sehingga sangat sulit untu melakukan perubahan.
Kegiatan ekonomi masyarakat pedesaan, mayoritas penduduknya bekerja sebagai  petani. Cara bertani mereka pun masih dilakukan dengan cara tradisional. Kegitan bertani semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri, bukan untuk dijual.
Dalam hal kepemimpinan, hubungan antara pemimipin dan rakyat berlangsung secara informal dan terkadang seorang pemimpin mempunyai beberapa kedudukan dan peranan yang sulit untuk dipisahkan, sehingga segala sesuatu dipusatkan pada diri seorang kepala desa.
Nilai dan sistem nilai yang berlaku pada masyarakat pedesaan mayoritas adalah informal. Hal ini dikarenakan tradisi masih berperan penting di dalam masyarakat pedesaan. Misalnya, terdapat tokoh yang disegani dan diipatuhi oleh anggota masyarakat.
Untuk melakukan mobilitas sosial didalam masyarakat pedesaan sangat sulit dilakukan. Hal ini dikarenakan pola pikir masyarakatnya, terutama pola pikir generasi tua yang masih didasarkan pada tradisi. Di samping itu, kurangnya proses pemerataan pembangunan dan informasi sering kali menimbulkan kondisi yang kontras antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat kota.


ALASAN MEMILIH JUDUL


Alasan saya memilih judul ini karena saya hidup di daerah pedesaan. Sehingga saya ingin mengetahui lebih dalam bagaimana tata kehidupan masyarakat pedesaan tersebut.
karena pola piker masyarakat perkotaan sudah terbilang maju.
BAB II


1.      PENGERTIAN MASYARAKAT PEDESAAN DAN PERKOTAAN BESERTA CIRI-CIRINYA

A.     Masyarakat Pedesaan
Pengertian desa menurut kamus Poerwadarminta (1976) adalah:
“sekelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan, kampung (di luar kota); dusun;… 2 dusun atau udik (dalam arti daerah pedalaman sebagai lawan dari kota);….”. Desa menurut kamus tersebut terutama dalam arti fisik. Lain lagi dengan istilah desa dalam rembug desa, yang berarti fisik, masyarakat dan pemerintahannya. Istilah lain yang memiliki pengertian hampir sama adalah village. Menurut The Random House Dictionary (1968), village adalah:
“a small community or group of house in a rural  area usually smaller than a town and sometimes incorporated as a municipality”
Definisi tersebut mengandung makna bahwa yang dimaksud dengan masyarakat kecil adalah masyarakat di daerah masyarakat pedesaan. Masyarakat kecil disebut juga rural community yang diartikan sebagai masyarakat yang anggota-anggotanya hidup bersama di suatu lokalitas tertentu, yang seorang merasa dirinya bagian dari kelompok, kehidupan mereka meliputi urusan-urusan yang merupakan tanggungjawab bersama dan masing-masing merasa terikat pada norma-norma tertentu yang mereka taati bersama.
Masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri atau dalam hidup bermasyarakat, yang biasanya tampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat digeneralisasikan pada kehidupan masyarakat desa di Jawa. Namun demikian, dengan adanya perubahan sosial religius dan perkembangan era informasi dan teknologi, terkadang sebagian karakteristik tersebut sudah “tidak berlaku”. Berikut ini disampaikan sejumlah karakteristik masyarakat desa, yang terkait dengan etika dan budaya mereka, yang bersifat umum yang selama ini masih sering ditemui. Setidaknya, ini menjadi salah satu wacana bagi kita yang akan bersama-sama hidup di lingkungan pedesaan.
1.      Sederhana
Sebagian besar masyarakat desa hidup dalam kesederhanaan. Kesederhanaan ini terjadi karena dua hal:
a.       Secara ekonomi memang tidak mampu
b.      Secara budaya memang tidak senang menyombongkan diri.

2.      Mudah curiga
Secara umum, masyarakat desa akan menaruh curiga pada:
a.       Hal-hal baru di luar dirinya yang belum dipahaminya
b.      Seseorang/sekelompok yang bagi komunitas mereka dianggap “asing”

3.      Menjunjung tinggi “unggah-ungguh”
Sebagai “orang Timur”, orang desa sangat menjunjung tinggi kesopanan atau “unggah-ungguh” apabila:
a.       Bertemu dengan tetangga
b.      Berhadapan dengan pejabat
c.       Berhadapan dengan orang yang lebih tua/dituakan
d.      Berhadapan dengan orang yang lebih mampu secara ekonomi
e.       Berhadapan dengan orang yang tinggi tingkat pendidikannya

4.      Guyub, kekeluargaan
Sudah menjadi karakteristik khas bagi masyarakat desa bahwa suasana kekeluargaan dan persaudaraan telah “mendarah-daging” dalam hati sanubari mereka.

5.      Lugas
“Berbicara apa adanya”, itulah ciri khas lain yang dimiliki masyarakat desa. Mereka tidak peduli apakah ucapannya menyakitkan atau tidak bagi orang lain karena memang mereka tidak berencana untuk menyakiti orang lain. Kejujuran, itulah yang mereka miliki.

6.      Tertutup dalam hal keuangan
Biasanya masyarakat desa akan menutup diri manakala ada orang yang bertanya tentang sisi kemampuan ekonomi keluarga. Apalagi jika orang tersebut belum begitu dikenalnya. Katakanlah, mahasiswa yang sedang melakukan tugas penelitian survei pasti akan sulit mendapatkan informasi tentang jumlah pendapatan dan pengeluaran mereka.

7.      Perasaan “minder” terhadap orang kota
Satu fenomena yang ditampakkan oleh masayarakat desa, baik secara langsung ataupun tidak langsung ketika bertemu/bergaul dengan orang kota adalah perasaan mindernya yang cukup besar. Biasanya mereka cenderung untuk diam/tidak banyak omong.

8.      Menghargai (“ngajeni”) orang lain
Masyarakat desa benar-benar memperhitungkan kebaikan orang lain yang pernah diterimanya sebagai “patokan” untuk membalas budi sebesar-besarnya. Balas budi ini tidak selalu dalam wujud material tetapi juga dalam bentuk penghargaan sosial atau dalam bahasa Jawa biasa disebut dengan “ngajeni”.

9.      Jika diberi janji, akan selalu diingat
Bagi masyarakat desa, janji yang pernah diucapkan seseorang/komunitas tertentu akan sangat diingat oleh mereka terlebih berkaitan dengan kebutuhan mereka. Hal ini didasari oleh pengalaman/trauma yang selama ini sering mereka alami, khususnya terhadap janji-janji terkait dengan program pembangunan di daerahnya.

Sebaliknya bila janji itu tidak ditepati, bagi mereka akan menjadi “luka dalam” yang begitu membekas di hati dan sulit menghapuskannya. Contoh kecil: mahasiswa menjanjikan pertemuan di Balai Desa jam 19.00. Dengan tepat waktu, mereka telah standby namun mahasiswa baru datang jam 20.00. Mereka akan sangat kecewa dan selalu mengingat pengalaman itu.

10.  Suka gotong-royong
Salah satu ciri khas masyarakat desa yang dimiliki dihampir seluruh kawasan Indonesia adalah gotong-royong atau kalau dalam masyarakat Jawa lebih dikenal dengan istilah “sambatan”. Uniknya, tanpa harus dimintai pertolongan, serta merta mereka akan “nyengkuyung” atau bahu-membahu meringankan beban tetangganya yang sedang punya “gawe” atau hajatan. Mereka tidak memperhitungkan kerugian materiil yang dikeluarkan untuk membantu orang lain. Prinsip mereka: “rugi sathak, bathi sanak”. Yang kurang lebih artinya: lebih baik kehilangan materi tetapi mendapat keuntungan bertambah saudara.

11.  Demokratis
Sejalan dengan adanya perubahan struktur organisasi di desa, pengambilan keputusan terhadap suatu kegiatan pembangunan selalu dilakukan melalui mekanisme musyawarah untuk mufakat. Dalam hal ini peran BPD (Badan Perwakilan Desa) sangat penting dalam mengakomodasi pendapat/input dari warga.

12.  Religius
Masyarakat pedesaan dikenal sangat religius. Artinya, dalam keseharian mereka taat menjalankan ibadah agamanya. Secara kolektif, mereka juga mengaktualisasi diri ke dalam kegiatan budaya yang bernuansa keagamaan. Misalnya: tahlilan, rajaban, Jumat Kliwonan, dll.

B.     Masyarakat Perkotaan
Seperti halnya desa, kota juga mempunyai pengertian yang bermacam-macam seperti pendapat beberapa ahli berikut :
§         Wirth, mengemukakan bahwa kota adalah suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan permanen. Dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya.
§         Max Weber, mengemukakan bahwa apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya dipasar local.
§         Dwigth Sanderson, mengemukakan bahwa kota adalah tempat yang berpenduduk sepuluh ribu orang atau lebih.
Dari beberapa pendapat secara umum dapat dikatakan mempunyai cirri-ciri dasar yang sama. Pengertian kota dapat dikenakan pada daerah atau lingkungan komunitas tertentu dengan tingkatan dalam struktur pemerintahan.
Ciri masyarakat kota adalah sebagai berikut :
1.       Netral afektif
Masyarakat kota memperlihatkan sifat yang lebih mementingkan rasionalitas dan sifat rasional ini erat hubungannya dengan konsep Gesellschaft atau association. Mereka tidak mau mencampur adkukkan hal-hal yang bersifat emosional atau yang menyangkut perasaan pada umumnya dengan hal-hal yang bersifat rasional, itulah sebabnya tipe masyarakat itu disebut netral dalam perasaannya.

2.       Orientasi Diri
Manusia dengan kekuatannya sendiri harus dapat mempertahankan dirinya sendiri, pada umumnya dikota tetangga itu bukan orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan kita oleh karena itu setiap orang dikota terbiasa hidup tanpa menggantungkan diri pada orang lain, mereka cenderung untuk individualistic.

3.       Universalisme
Berhubungan dengan semua hal yang berlaku umum, oleh karena itu pemikiran rasional merupakan dasar yang sangat penting untuk universalisme.

4.       Prestasi
Mutu atau prestasi seseorang akan dapat menyebabkan orang itu diterima berdasarkan kepandaian atau keahlian yang dimilikinya.

5.       Heterogenitas
Masyarakat kota lebih memperlihatkan sifat heterogen, artinya terdiri dari lebih banyak komponen dalam susunan penduduknya.

2.      PERBEDAAN MASYARAKAT PEDESAAN DAN PERKOTAAN, BERDASARKAN :
a.       Lingkungan Umum Orientasi Terhadap Alam
Pada masyarakat pedesaan keadaan lingkungan umum terhadap orientasi alam masih banyak terdapat tumbuh-tumbuhan dan pepohanan, karena masyarakat pedesaan mayoritas bermata pencaharian sebagai petani dan belum banyak tersentuh perindustrian sehingga kondisi lingkungaan pada masyarakat pedesaan masih rindang
Pada masyarakat perkotaan keadaan lingkungan umum orientasi terhadap alam berlawanan dengan masyarakat pedesaan. Hal ini dikarenakan mata pencaharian masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan berbeda. Masyarakat pedesaan bermata pencaharian sebagai petani sedangkan masyarakat perkotaan mayoritas penduduknya bermata pencaharian dalam sektor industri, jasa, dan perdagangan. Sehingga kondisi lingkungannya bertolak belakang dengan kondisi lingkungan masyarakat pedesaan.

b.      Berdasarkan Pekerjaan dan Mata Pencaharian
Di dalam kegiatan ekonomi masyarakat pedesaan, mayoritas penduduknya memiliki pekerjaan atau mata pencaharian bertani. Cara bertani pada masyarakat desa masih dilakukan dengan cara tradisional. Kegitan bertani semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, bukan untuk dijual.
Di dalam kegiatan ekonmi masyarakat perkotaan, mayoritas penduduknya bermata pencaharian di sektor industri, jasa, dan perdagangan. Masyarakat perkotaan mulai mengembangkan sektor industri, jasa, dan perdagangan, tetapi masih didominasi oleh akativitas kehidupan pemerintahan dengan suatu sektor kepegawaian dan kesibukan politik di tingkat daerah dan nasional.

c.     Berdasarkan Kepadatan Penduduk
Pada masyarakat pedesaan, keadaan jumlah penduduk masih begitu normal. Hal ini dikarenakan lahan pertanian masih begitu luas, sehingga lahan untuk hunian juga masih mencukupi.
Pada masyarakat perkotaan, keadaan jumlah penduduk malah sebaliknya. Hal ini dikarenakan banyaknya lahan-lahan pertanian digunakan untuk tempat industri. Akibat adanya urbanisasi juga menyebabkan kepadatan penduduk di kota tidak bisa terhindarkan. Sehingga lahan hunian menjadi berkurang.

d.      Berdasarkan Mobilitas Sosial
Di dalam masyarakat pedesaan, untuk melakukan mobilitas sosial sangat sulit. Hal ini dikarenakan pola pikir masyarakatnya, terutama pola pikir generasi tua yang masih didasarkan pada tradisi. Di samping itu, kurangnya proses pemerataan pembangunan dan informasi sering kali menimbulkan kondisi yang kontras antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat kota.
Di dalam masyarakat perkotaan malah sebaliknya, untuk melakukan mobilitas sosial sangat mudah. Hal ini dikerenakan pola pikir masyarakat perkotaan sudah terbuka, tidak lagi didasarkan pada tradisi. Tetapi didasarkan pada teknologi dan informasi.

e.       Berdasrkan Interaksi Sosial
Di dalam masyarakat, interkasi antara individu satu dengan yang lain agak sulit. Hal ini dikarenakan pola pikir masyarakat pedesaan masih tertutup, belum begitu terbuka antara individu satu dengan yang lain. Sehingga untuk melakukan komunikasi masih agak sulit.
Di dalam masyarakat perkotaan, hal tersebut bertolak belakang. Interaksi sosial antara individu satu dengan yang lain sangatlah mudah. Hal ini dikarenakan pola pikir masyarakat perkotaan sangat terbuka. Karena keterbukaan merupakan komponen yang sangat penting di dalam kehidupan masyarakat perkotaan. Sehingga jalannya komunikasi lebih baik dari pada jalannya komunikasi masyarakat pedesaan.

f.        Berdasrkan Pola Kepemimpinan
Pada masyarakat pedesaan, hal kepemimpinan, hubungan antara pemimipin dan rakyat berlangsung secara informal dan terkadang seorang pemimpin mempunyai beberapa kedudukan dan peranan yang sulit untuk dipisahkan, sehingga segala sesuatu dipusatkan pada diri seorang kepala desa.
Pada masyarakat perkotaan, hal kepemimpinan berlawanan dengan masyarakat pedesaan. Hubungan antara pemimpin dengan rakyat berlangsung secara formal. Serta hubungan rakyat dengan pemimpin tidak begitu erat. Hal ini dikarenakan rakyat tidak begitu peduli dengan pemimpin.

g.       Berdasarkan Kesetiakawanan Sosial
Kesetiakawanan sosial pada masyarakat pedesaan, masih sangat begitu erat. Hal ini dikarenakan ikatan kekeluargaan dan masyarakatnya sangat kuat. Kegiatan ekonomi dan sosial juga dilakukan dengan gotong-royong. Dengan demikian kerjasama antar individu sangat penting. Sehingga kesetiakawanan sosial antar individu sangat erat.
Kesetiakawanan sosial pada masyarakat perkotaan kebalikan dari masyarakat pedesaan. Ikatan kekeluargaan dan masyarakatnya sudah mulai memudar. Hal ini dikarenakan hubungan sosial didasarkan atas kepintingan pribadi. Sehingga hubungan antar individu tidak begitu erat.

h.       Berdasarkan Nilai dan Sistem Nilai
Di dalam masyarakat pedesaan nilai dan sistem nilai yang berlaku mayoritas adalah informal. Hal ini dikarenakan tradisi masih berperan penting di dalam masyarakat pedesaan. Misalnya, terdapat tokoh yang disegani dan dipatuhi oleh anggota masyarakat.
Di dalam masyarakat perkotaan semacam itu tidak berlaku lagi. Hal ini dikarenakan pola pikir yang didasarkan pada tradisi tidak lagi dipergunakan. Dengan demikian nilai dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat perkotaan adalah yang formal. Miaslnya, lembaga-lembaga.

i.         Berdasarkan Homogenitas dan Heterogonitas
Di dalam masyarakat pedesaan, struktur sosialnya adalah struktur sosial yang homogen. Memiliki kesamaan identitas dari setiap anggota masyarakatnya, seperti kesamaam ras, suku bangsa, ataupun agama. Dalam masyarakat ini cenderung tidak menginginkan adanya perubahan.
Sedangkan di dalam masyarakat perkotaan struktur sosialnya adalah struktur sosial yang heterogen. Memiliki keragaman identitas dari setiap anggota masyarakatnya, seperti ras, suku bangsa, ataupun agama.

j.        Bedasarkan Standart Kehidupan
Standart kehidupan pada masyarakat pedesaan tergolong rendah, hal ini dikarenakan pemikiran masyarakat pedesaan yang penting hasil taninya cukup untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Dan pola pikir masyarakat pedesaan masih tertutup, sehingga sangat sulit untuk terjadinya suatu perubahan.
Standart kehidupan masyarakat perkotaan sudah tergolong tinggi. Karena pola pikir masyarakatnya terbuka, sehingga untuk melakukan perubahan sangat mudah. Termasuk perubahan standart kehidupan.

k.      Berdasarkan Diferensiasi Sosial
Di dalam masyarakat pedesaan diferensiasi sosial tidak begitu berperan penting. Hal ini diakibatkan hubungan yang sangat lekat antara pemimpin dengan rakyat. Sehingga golongan yang memiliki tingkatan yang lebih tinggi ataupun yang rendah tidak terlalu di pedulikan.
Di dalam masyarakat perkotaan diferensiasi sosial sangat tampak jelas. Hal ini diakibatkan oleh hubungan seorang pemimpin dengan rakyat yang tidak begitu erat. Dengan demikian golongan yang memiliki tingkatan tinggi dengan tingkat rendah tampak seperti di klasifikasikan.

l.         Berdasrakan Ukuran Komunitas
Ukuran komunitas didalm masyarakat pedesaan tergolong rendah. Hal ini dikarenakan masyarakatnya bersifat homogen.
Sedangkan pada masyarakat perkotaan sebaliknya, karena masyarakaynya bersifat heterogen.

m.     Berdasarkan Pengaswasn Sosial
Pengawasan sosial pada masyarakat pedesaan cukup rendah, karena angka kriminalitas juga rendah. Pada mayarakat perkotaan sangat tinggi, karena angka kriminalitas juga sangat tinggi.

n.       Berdasarkan Pelapisan Sosial
Pelapisan sosial di dalam masyarakat pedesaan sangat jelas terlihat, karena di dalam masyarakat pedesaan terdapat kaum priayi dan kaum buruh.
Sedangkan pada masyarakat perkotaan hal tersebut sulit dijumpai,

BAB III


A.     MOBILITAS SOSIAL
  1. Pengertian Mobilitas Sosial
Di dalam bahasa Indonesia, mobilitas berarti gerak (KBBI : 2001). Oleh karena itu, mobilitas sosial (social mobility) adalah suatu gerak dalam struktur sosial (social structure). Dengan kata lain, mobilitas sosial dapat diartikan sebagai gerak perpindahan dari suatu status sosial ke status sosial yang lain. Oleh karena itu, mobilitas sosial disebut juga sebagai proses perpindahan sosial atau gerak sosial.
Setiap gerak cenderung menimbulkan perubahan, baik itu perubahan posisi maupun peralihan fungsi. Contoh seorang guru yang naik jabatan menjadi kepala sekolah. Maka terjadi perubahan jenjang kepegawaian sekaligus perubahan tugas. Demikian pula, seorang karyawan yang semula mendapat gaji bulanan Rp500.000,00 kemudian pindah pekerjaan karena tawaran gaji yang lebih tinggi. Proses tadi tidak saja terbatas pada individu-individu saja, akan tetapi juga pada kelompok-kelompok sosial. Dengan kata lain, perubahan dalam mobilitas sosial ini meliputi hubungan antarindividu dalam kelompok atau antara individu dan kelompok.

  1. Bentuk-bentuk Mobilitas Sosial
a.       Mobilitas Vertikal
Merupakan mobilitas yang dialami oleh tiap individu atau kelompok
pada lapisan yang berbeda, baik bergerak naik ataupun turun dari strata satu ke strata lain. Jenis-jenis mobilitas vertikal:
1)      Social Climbing
Merupakan mobilitas yang terjadi karena adanya peningkatan status atau kedudukan seseorang.
2)      Sosial Sinking
Merupakan proses penurunan status atau kedudukan seseorang. Proses iniseing kali menimbulkan gejolak psikis bagi seseorang kerena adanya perubahan pada hak dan kewajibannya.

b.      Mobilitas Horizontal
Merupakan perpindahan status sosial individu atau kelompok dalam lapisan sosial yang sama. Jenis-jenis mobilitas horizontal:
1)      Mobilitas Antarwilayah
Merupakan proses proses perpindaha status individu atau kelompok dari satu wilayah ke wilayah lain.
2)      Mobilitas Antargenarasi
Merupakan perpindahan status atau kedudukan yang terjadi dalam satu generasi atau lebih. Mobilitas ini ini dibedakan menjadi dua macam,yaitu:
a)      Mobilitas Intergenerasi
Merupakan perpindahan status atau kedudukan yag terjadi diantara beberapa generasi. Mobilitas ini terdidi dari dua bentuk, yaitu mobiltas intergenerasi yang naik, contohnya kakeknya sebagai petani; bapaknya sebagai guru; sedangkan anaknya sebagai bupati, dan mobilitas intergenerasi turun, contohnya kakeknya sebagai bupati; bapaknya sebagai camat; sedangkan anaknya sebagai kepala desa (lurah).

b)      Mobilitas Intragenerasi
Merupakan perpindahan status atau kedudukan seseorang dalam satu generasi yang sama. Dalam mobilitas ini juga bisa bergerak naik atau turun. Contoh yang naik adalah bapaknya sebagai guru, sedangkan anaknya sebagai kepala sekolah. Contoh yang turun adalah kakaknya sebagai manajer sedangkan adiknya sebagai karyawan biasa.

3.      Faktor-faktor Pendorong dan Penghambat Mobilitas Sosial
A.     Faktor Pendorong Mobilitas Sosial
a.       Faktor Struktural
Merupakan faktor yang jumlah relatif dari kedudukan tinggi yang bisa dan harus diisi serta kemudahan untuk memperolehnya. Contoh konkretnya yaitu ketidak seimbangan jumlah lapangan kerja yang tersedia dengan jumlah pelamar kerja. Adapun yang termasuk cakupan dalam faktor struktural sebagai berikut.
1)      Struktur Pekerjaan
2)      Perbedan Fertilitas
3)      Ekonomi Ganda

b.      Faktor Individu
Merupakan suatu hal yang berkaitan dengan kualitas seseorang, baik dari segi tingkat pendidikan, penampilan, maupun ketrampilan pribadi. Adapun yang termasuk dalam cakupan faktor individu adalah sebagai berikut.
1)      Perbedaan Kemampuan
2)      Orientasi Sikap Terhadap Sikap
3)      Faktor Kemujuran

c.       Status Sosial
Setiap manusia dilahirkan dalam status atau kedudukan yang dimiliki oleh arang tuanya, karena ketika ia dilahirkan tidak ada satu manusia pun yang memiliki statusnya sendiri.

d.      Keadaan Ekonomi
Keadaan ini dapat menjadi pendorong terjadinya mobilitas sosial. Misalnya orang yang hidupnya dalam keadaan ekonomi serba kekurangan, seperti hidup di suatu daerah yang kehabisan SDA, kemudian pindah ke suatu daerah yang kaya akan SDA. Secara sisiologis orang itu dikatakan mengalami mobilitas.

e.       Situasi Politik
Situasi politik dapat menyebabkan terjadinya mobilitas suatu masyarakat dalam
sebuah negara. Misalnya keadaan negara yang tidak menentu akan mempengaruhi situasi keamanan yang bisa mengakibat terjadinya mobilitas manusia ke daerah yang lebih aman.

f.        Kependudukan (Demografi)
Faktor ini biasanya menyebabkan dalam arti geografik. Di satu pihak pertumbuhan penduduk yang begitu pesat mengakibatkan sempitnya pemukiman, dan pengangguran dan kemiskinan merajalela.

g.       Keinginan Melihat Daerah Lain
Dengan adanya hal ini mendorong masyarakat untuk melangsungkan mobilitas geigrafik dari satu tempat ke tempay lain, misalnya berekreasi ke daerah-daerah tujuan wisata.

B.     Faktor Penghambat Mobilitas Sosial
a.       Kemiskinan
Faktor ekonomi dapat membatasi mobilitas sosial. Terutama bagi masyarakat miskin. Misalnya, putus sekolah karena orang tua tidak mampu membiayai.

b.      Diskriminasi Kelas
Sistem kelas tertutup dapat menhalangi mobilitas sosial, terbukti dengan adanya pembatasan keanggotaan suatu organisasi tertentu dengan bebagai syarat dan ketentuan.

c.       Perbedaan Ras dan Agama
Dalam system kelas tertutup tidak memungkinkan terjadinya mobilitas vertikal ke atas. Dalam agama tidak dibenarkan seseorang dengan sebebas-bebasnya dan sekehendak hatinya berpidah-pindah agama sesuai keinginannya.

d.      Perbedaan Jenis Kelamin
Dalam masyarakat, pria dipandang lebih tinggi derajatnya dan cenderung lebih mobil daripada manusia. Perbedaan jenis kelamin berpengaruh dalam mencapai prestasi, kekuasaan, status sosial, dan kesempatan-kesempatan dalam masyarakat.

e.       Faktor Pengaruh Sosialisasi  yang Sangat Kuat
Sosialisasi yang terlampau kuat dalam suatu masyarakat dapat menghambat proses mobilitas sosial. Terutama yang berkaitan dengan nilai-nilai dan adat yang berlaku. Misalnya, suatu masyarakat yang terisolasi oleh pengaruh luar, maka masyarakat tersebut tertutup terhadap kemungkinan mobilitas.

4.      Dampak Mobilitas Sosial
A.     Dampak Positif
1)      Mendorong Seseorang Untuk Lebih Maju
Terbukanya kesempatan untuk pindah dari strata satu ke strata lain menimbulkan motivasi pada diri seseorang untuk maju dalam berprestasi agar memperoleh status yang lebih tinggi.

2)      Mempercepat Tingkat Perubahan Sosial Masyarakat ke Arah yang Lebih Baik
Dengan mobilits sosial masyarakat selalu dinamis bergerak menuju pencapaian tujuan yang diinginkan.

3)      Meningkatkan Integrasi Sosial
Terjadinya mobilitas sosial dalam suatu masyarakat dapat meningkatkan integrasi sosial. Misalnya, seseorang yang melakukan mobilitas sosial vertikal, maka ia akan menyesusaikan diri dengan gaya hidup, nilai, dan norma yang lain.

B.   Dampak Negatif
1)      Timbulnya Konflik
Apabila pada suatu masyarakat terjadi mobilitas sosial yang terjadi kurang harmonis maka akan timbul benturan-benturan nilai dan kepentingan sehingga kemungkinan timbul suatu konflik.

2)      Berkurangnya Solidaritas Kelompok
Penyesuaian diri dengan nilai dan norma yang ada dalam kelas sosial yang baru. Misalnya orang yang mendadak akan diri dengan gaya hidup kelas sosial yang baru, sehingga menjadi berkurang rasa kesetiakawanannya dengan kelompok sosial asal.

3)      Timbulnya Gangguan Psikologis
Mobilitas sosial dapat mempengaruhi kondisi psikologi seseorang. Miasalnya, timbul ketakutan dan kegelisahan pada seseorang yang mengalami mobilitas menurun.

B.     PEKERJAAN DAN MATA PENCAHARIAN
1.      Pengertian Pekerjaan dan Mata Pencaharian
Pekerjaan dan Mata Pencaharian adalah semua daya, upaya, dan usaha yang dilakukan oleh individu untuk mengahsilkan barang atau jasa yang diperlukan oleh masyarakat untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

2.      Perbedaan Pekerjaan dan Mata Pencaharian Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan
a.       Pekerjaan dan Mata Pencaharian Masyarakat Pedesaan
Pada masyarakat pedesaan umumnya memiliki pekerjaan atau mata pencaharian bertani, bercocok tanam, dan berkebun. Cara bertani masih menggunakan dilakukan dengan cara tradisional. Kegiatan bertani semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, bukan untuk dijual.

b.      Pekerjaan dan Mata Pencaharian Masyarakat Perkotaan
Pada masyarakat perkotaan umumnya memiliki pekerjaan atau mata pencaharian di sektor industri, jasa, dan perdagangan. Perekonomian hamper seluruhnya merupakan ekonomi pasar yang didasarkan atas penggunaan uang dan alat pembayaran.

3.      Jenis-Jenis Pekerjaan dan Mata Pencaharian
Jenis-jenis pekejaan atau mata pencaharian bukan hanya bertani, berdagang, jasa dan bekerja di sektor industri. Tetapi semua usaha yang bisa menghasilkan wujud barang juga dapat disebut pekerjaan atau mata pencaharian, seperti berburu dan meramu, berternak, serta perikanan. Berikut jenis-jenis pekerjaan dan mata pencaharian.
a.       Betani atau Bercocok Tanam
Bertani atau bercocok tanam merupakan kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh mayoritas masyarakat pedesaan. Karena mayoritas masyarakat pedesaan bermata pencaharaian bertani. Dengan bertani atau berccocok tanam masyarakat pedesaan mempertahankan hidupnya. Di dalam bertani atau bercocok tanam memerlukan tertib sosial untuk mengatur hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pertanian, seperti pembagian air, sistem upah tenaga buruh, bagi hasil, dan sebagainya.

b.      Sektror Industri
Industri merupakan bentuk kegiatan produksi barang atau jasa yang menggunakan teknologi, baik mekanik maupun kimiawi, dan organisasi sosial yang menekankan pada efisiensi dan efektifitas produksi.

c.       Berdagang
Berdagang merupakan bentuk kegiatan individu atau kelompok untuk menjual hasil dari produksi dengan cara menwarkan dan promosi.

d.      Beburu dan Meramu
Berburu dan meramu merupakan satu-satunya bentuk sistem produksi atau mata pencaharian penduduk yang diperkirakan telah ada sejak jutaan tahun yang lalu. Sebagai contoh masyarakat yang bermata pencaharian berburu dan meramu adalah suku Eskimo di daerah pantai utara Kanada. Di Indonesia sampai saat ini juga terdapat kelompok yang menggunakan cara ini, misalnya penduduk daerah rawa-rawa di sepanjang pantai Irian Jaya ( Papua ).

e.       Perikanan
Perikanan juga merupakan bentuk mata pencaharian yang sudah tua umurnya. Manusia purba yang hidup di dekat sungai atau tepi pantai telah memanfaatkan lingkungan untuk mencukupi keperluan hidupnya. Bagi masyarakat yang bermukim di sepanjang daerah aliran sungai di Kalimantan, Sumatra, dan Papua, mencari ikan dapat menjadi mata pencaharian yang pokok.

C.     PELAPISAN SOSIAL
1.      Pengertian Pelapisan Sosial
Kata stratification berasal dari kata stratum, jamaknya strata yang berarti lapisan. Menurut Pitirim A. Sorokin, pelapisan sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atau hierarkis. Hal tersebut dapat kita ketahui adanya kelas-kelas tinggi dan kelas-kelasyang lebih rendah dalam masyarakat.
Menurut P.J. Bouman, pelapisan sosial adalah golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu.Oleh karena itu, mereka menuntut gengsi kemasyarakatan. Hal tersebut dapat dilihat dalam kehidupan anggota masyarakatyang berada di kelas tinggi. Seseorang yang berada di kelas tinggi mempunyai hak-hak istimewa dibanding yang berada di kelas rendah.
Pelapisan sosial merupakan gejala yang bersifat universal. Kapan pun dan di dalam masyarakat mana pun, pelapisan sosial selalu ada. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi menyebut bahwa selama dalam masyarakat ada sesuatuyang dihargai, maka dengan sendirinya pelapisan sosial terjadi. Sesuatu yang dihargai dalam masyarakat bisa berupa harta kekayaan, ilmu pengetahuan, atau kekuasaan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pelapisan sosial adalah pembedaan antar warga dalam masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial secara bertingkat. Wujudnya adalah terdapat lapisan-lapisan di dalam masyarakat diantaranya ada kelas sosial tinggi, sedang dan rendah.
Pelapisan sosial merupakan perbedaan tinggi dan rendahnya kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompoknya, bila dibandingkan dengan posisi seseorang maupun kelompok lainnya. Dasar tinggi dan rendahnya lapisan sosial seseorang itu disebabkan oleh bermacam-macam perbedaan, seperti kekayaan di bidang ekonomi, nilai-nilai sosial, serta kekuasaan dan wewenang.

2.      Pelapisan Sosial Ciri Tetap Kelompok Sosial
Pembagian dan pemberian kedudukan yang berhubungan dengan jenis kelamin nampaknya menjadi dasar dari seluruh sistem sosial masyarakat kuno. Seluruh masyarakat memberikan sikap dan kegiatan yang berbeda kapada kaum laki-laki dan perempuan. Tetapi hal ini perlu diingat bahwa ketentuan-ketentuan tentang pembagian kedudukan antara laki-laki dan perempuan yang kemudian menjadi dasar daripada pembagian pekerjaan, semata-mata ditentukan oleh sistem kebudayaan itu sendiri.
Didalam organisasi masyarakat primitif, dimana belum mengenal tulisan, pelapisan masyarakat itu sudah ada. HAl ini terwujud berbagai bentuk sebagai berikut :
a.       Adanya kelompok berdasarkan jenis kelamin dan umur dengan pembedaan-pembedaan hak dan kewajiban
b.      Adanya kelompok-kelompok pemimpin suku yang berpengaruh dan memiliki hak-hak istimewa
c.       adanya pemimpin yang saling berpengaruh
d.      Adanya orang-orang yang dikecilkan di luar kasta dan orang yang diluar perlindungan hokum
e.       Adanya pembagian kerja di dalam suku itu sendiri
f.        Adanya pembedaan standar ekonomi dan didalam ketidaksamaan ekonomi itu secara umum

3.      Pembedaan Sistem Pelapisan Menurut Sifatnya
a.       Sistem Pelapisan Masyarakat Tertutup
Dalam sistem ini, pemindahan anggota masyarakat kelapisan yang lain baik ke atas maupun ke bawah tidak mungkin terjadi, kecuali ada hal-hal istimewa. Di dalam sistem yang tertutup, untuk dapat masuk menjadi dari suatu lapisan dalam masyarakat adalah karena kelahiran. Di India, sistem ini digunakan, yang masyarakatnya mengenal sistem kasta. Sebagaimana yang kita ketahui masyarakat terbagi ke dalam :
1.      Kasta Brahma : merupakan kasta tertinggi untuk para golongan pendeta
2.      Kasta Ksatria : merupakan kasta dari golongan bangsawan dan tentara yang dipandang sebagai lapisan kedua
3.      Kasta Waisya : merupakan kasta dari golongan pedagang
4.      Kasta sudra : merupakan kasta dari golongan rakyat jelata
5.      Paria : golongan bagi mereka yang tidak mempunyai kasta. seperti : kaum gelandangan

D.    INTERAKSI SOSIAL
1.       Pengertian Interaksi Sosial
Maryati dan Suryawati menyatakan bahwa, “Interaksi sosial adalah kontak atau hubungan timbal balik atau interstimulasi dan respons antar individu, antar kelompok atau antar individu dan kelompok”. Pendapat lain dikemukakan oleh Murdiyatmoko dan Handayani (2004), “Interaksi sosial adalah hubungan antar manusia yang menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial”.

2.       Macam-macam interaksi sosial
b.      Interaksi antara individu dengan individu
Dalam hubungan ini bisa terjadi interaksi positif ataupun negatif. Interaksi positif, jika jika hubungan yang terjadi saling menguntungkan. Interaksi negatif, jika hubungan timbal balik merugikan satu pihak atau keduanya bermusuhan.

c.       Interaksi antara individu dengan kelompok
nteraksi ini pun dapat berlangsung secara positif maupun negatif. Bentuk interaksi sosial individu dan kelompok bermacam - macam sesuai situasi dan kondisinya.

d.      Interaksi antara kelompok dengan kelompok
Interaksi sosial kelompok dan kelompok terjadi sebagai satu kesatuan bukan kehendak pribadi. Misalnya, kerja sama antara dua perusahaan untuk membicarakan suatu.

3.       Bentuk-bentuk Interaksi Sosial
1.      Interaksi sosial yang bersifat asosiatif, yakni yang mengarah kepada bentuk - bentuk asosiasi (hubungan atau gabungan) seperti :
a.       Kerja sama
Adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

b.      Akomodasi
Adalah suatu proses penyesuaian sosial dalam interaksi antara pribadi dan kelompok - kelompok manusia untuk meredakan pertentangan.

c.       Asimilasi
Adalah proses sosial yang timbul bila ada kelompok masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda, saling bergaul secara intensif dalam jangka waktu lama, sehingga lambat laun kebudayaan asli mereka akan berubah sifat dan wujudnya membentuk kebudayaan
baru sebagai kebudayaan campuran.

d.      Akulturasi
Adalah proses sosial yang timbul, apabila suatu kelompok masyarakat manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur - unsur dari suatu kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga lambat laun unsur - unsur kebudayaan asing itu diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian dari
kebudayaan itu sendiri.

2.      Interaksi sosial yang bersifat disosiatif, yakni yang mengarah kepada bentuk - bentuk pertentangan atau konflik, seperti :
a.       Persaingan
Adalah suatu perjuangan yang dilakukan perorangan atau kelompok sosial tertentu, agar memperoleh kemenangan atau hasil secara kompetitif, tanpa menimbulkan ancaman atau benturan fisik di pihak lawannya.

b.      Kontravensi
Adalah bentuk proses sosial yang berada di antara persaingan dan pertentangan atau konflik. Wujud kontravensi antara lain sikap tidak senang, baik secara tersembunyi maupun secara terang - terangan yang ditujukan terhadap perorangan atau kelompok atau terhadap unsur - unsur kebudayaan golongan tertentu. Sikap tersebut dapat berubah menjadi kebencian akan tetapi tidak sampai menjadi pertentangan atau konflik.

c.       Konflik
Adalah proses sosial antar perorangan atau kelompok masyarakat tertentu, akibat adanya perbedaan paham dan kepentingan yang sangat mendasar, sehingga menimbulkan adanya semacam gap atau jurang pemisah yang mengganjal interaksi sosial di antara mereka yang bertikai tersebut.

4.       Ciri-ciri Interaksi Sosial
a.       Jumlah pelakunya lebih dari satu orang
b.      Terjadinya komunikasi di antara pelaku melalui kontak sosial
c.       Mempunyai maksud atau tujuan yang jelas
d.      Dilaksanakan melalui suatu pola sistem sosial tertentu

5.       Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial
a.       Kontak Sosial
b.      Komunikasi

E.     POLA KEPEMIMPINAN
1.      Pengertian Pola Kepemimpinan
Menurut Buku Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia (Drs.Pamudji, MPA) bahwa Istilah Kepemimpinan berasal dari kata dasar pimpin yang berarti bimbing atau tuntun , kemudian lahir kata kerja memimpin berarti membimbing atau menuntun. Kemudian berubah dalam kata benda pemimpin atau orang yang berfungsi memimpin atau menuntun.
Istilah pemimpin berasal dari kata asing “leader”. Kepemimpinan dari “leadership” Walaupun kepemimpinan tidak sama dengan manejemen, namun pengertian tidak bisa dipisahkan dengan terdapat beberapa perbedaan.

F.      KESETIAKAWANAN SOSIAL
Kesetiakawanan Sosial atau rasa solidaritas sosial adalah merupakan potensi spritual, komitmen bersama sekaligus jati diri bangsa oleh karena itu Kesetiakawanan Sosial merupakan Nurani bangsa Indonesia yang tereplikasi dari sikap dan perilaku yang dilandasi oleh pengertian, kesadaran, keyakinan tanggung jawab dan partisipasi sosial sesuai dengan kemampuan dari masing-masing warga masyarakat dengan semangat kebersamaan, kerelaan untuk berkorban demi sesama, kegotongroyongan dalam kebersamaan dan kekeluargaan.
Oleh karena itu Kesetiakawanan Sosial merupakan Nilai Dasar Kesejahteraan Sosial, modal sosial (Social Capital) yang ada dalam masyarakat terus digali, dikembangkan dan didayagunakan dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia untuk bernegara yaitu Masyarakat sejahtera.
Sebagai nilai dasar kesejahteraan sosial, kesetiakawanan sosial harus terus direvitalisasi sesuai dengan kondisi aktual bangsa dan diimplementasikan dalam wujud nyata dalam kehidupan kita.
Kesetiakawanan sosial merupakan nilai yang bermakna bagi setiap bangsa. Jiwa dan semangat kesetiakawanan sosial dalam kehidupan bangsa dan masyarakat Indonesia pada hakekatnya telah ada sejak jaman nenek moyang kita jauh sebelum negara ini berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka yang kemudian dikenal sebagai bangsa Indonesia.
Jiwa dan semangat kesetiakawanan sosial tersebut dalam perjalanan kehidupan bangsa kita telah teruji dalam berbagai peristiwa sejarah, dengan puncak manifestasinya terwujud dalam tindak dan sikap berdasarkan rasa kebersamaan dari seluruh bangsa Indonesia pada saat menghadapi ancaman dari penjajah yang membahayakan kelangsungan hidup bangsa.

G.    NILAI DAN SISTEM NILAI
1.      Pengertian Nilai dan Sistem Nilai
Sistim nilai dalam satu masyarakat itu adalah aturan2 yang memberikan petunjuk yang telah disepakati oleh masyarakatnya itu sendiri . Petunjuk2 tentang mana yang patut dan mana yang tidak patut , mana yang dianggap elok mana yang tidak elok , mana yang etis dan mana yang tidak etis hingga sampai pada mana yang benar dan mana yang tidak dibenarkan.
Sistim nilai yang kemudian dikenal sebagai etika , adalah Hukum non tekstual yang berperan mendampingi Hukum normatif tekstual [hukum positif] yang diatur dalam sistim perundangan didalam pranata HUKUM satu Negara yang demokratis.
Dilemasi sistim politik di negeri ini , adalah tidak adanya ETIKA yang memandu perilaku para politisinya itu sendiri , Etika sebagai Hukum non tekstual yang seharusnya mengawasi dan menjaga agar mereka tetap berada dijalur kepantasan , kepatutan , dan lainnya sebagaimana dijelaskan diatas.
Dalam beberapa dirkursus yang sering kita temui , hampir seluruh politisi Indonesia bahkan mereka yang menyandang gelar Professor sebagai kaum akademisi/intelektual , selalu mengatakan bahwa, dimensi ETIKA berada diluar ranah Hukum .Artinya , ketika mereka mencoba mengurai berbagai persoalan pelanggaran ETIKA , selalu berkecenderungan untuk hanya melihat dari aspek ‘materi’ Hukum dan prosedur hukum serta aspek Politik pragmatis sebagai satunya jalan/upaya yang bisa ditempuh.

2.      Sistem Nilai dalam Kehidupan Manusia
Manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup bersama dalam arti manusia hidup dalam interaksi dan interdepedensi sesamanya. Manusia saling membutuhkan sesamanya baik jasmani maupun rohani. Dalam proses interaksi inilah diperlukan nilai-nilai , norma, dan aturan-aturan, karena ia menentukan batasan-batasan dari perilaku dalam kehidupan masyarakat. Jadi dalam hubungan sosial dalam masyarakat itulah secara mutlak adanya nilai-nilai karena tiada nilai-nilai tanpa adanya hubungan sosial. Aturan hidup tersebut tidak selalu diwujudkan secara nyata, tetapi terdapat dorongan dalam diri manusia untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu. Sifatnya abstrak namun dapat dirasakan manfaatnya.
Dalam masyarakat, sebagai suatu Gemeinschafts manusia hidup bersama. manusia sebagai pribadi, dengan sifat-sifat individualitas yang unik bergaul satu sama lain. Kadang-kadang saling mengerti, saling simpati, saling menghormati dan mencintai.
Tetapi adapula watak manusia adanya anti pati, salah paham, membenci, mengkhianat dan sebagainya adalah bentuk-bentuk tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan nilai-nilai yang berlaku. Setiap hubungan antar manusia selalu disertai dengan proses penilaian, baik aktif maupun pasif, baik terhadap hubungan sesamanya maupun dengan lingkungan alam semesta. Proses penilaian itu dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar. Realita yang demikian merupakan kecenderungan dan kodrat manusia.
Manusia dalam hubungannya dengan sesamanya dan dengan alam semesta tak mungkin melakukan sikap netral atau apatis. Kecenderungan–kecenderungan untuk simpati, anti pati ataupun netral itu sendiri merupakan suatu sikap. Dan setiap sikap adalah konsekuensi daripada suatu penilaian, apakah penilaian itu didasarkan azas objektif rasional ataukah subjektif emosional. Di dalam garis penilaian mulai dari pengertian, simpati, kagum, hormat, memuja, cinta, atau sebaliknya salah paham, anti pati, jijik, menghinakan, membenci, bahkan netral sekalipun adalah perwujudan dan pengejawantahan penilaian.
Sikap menilai atas segala sesuatu adalah didorong oleh faktor-faktor dalam yang sudah merupakan potensi dan kejenuhan manusia. Tetapi bagaimana menilai yang benar, objektif adalah persoalan norma-norma, azas-azas normatif. Kebenaran, kebaikan, kebajikan, kejujuran, cinta sesama, dan sebagainya adalah potensi martabat manusia. Adalah menjadi idealisme manusia untuk merealisasi potensi martabat manusia. Kebaikan manusia diukur dengan kenyataan seberapa jauh dia merealisasi potensi martabat manusia itu di dalam tingkah lakunya. Martabat manusia dan kepribadian seseorang selalu diukur dengan norma-norma yang berlaku dalam arti sejauh mana manusia loyal dengan nilai-nilai yang berlaku. Dengan demikian nilai-nilai dan norma-norma akan membentuk kepribadian manusia. Manusia tak berarti apa-apa tanpa adanya nilai-nilai, norma-norma yang berlaku.

BAB IV


1.      KESIMPULAN
Tata kehidupan sosial didalam masyarakat pedesaan ternyata lebih kompleks dibandingkan dengan tata kehidupan masyarakat di dalam perkotaan. Hal itu dapat dibuktikan dengan melihat cirri-ciri ataupun perbedaan tata kehidupan didesa dengan tata kehidupan di kota.
Di dalam tata kehidupan masyarakat desa, masyarakatnya selalu berinteraksi dengan orang lain, dan sosialisasi mereka kepada orang lain sangat tinggi. Mereka seolah-olah membutuhkan orang lain, menganggap dirinya tidak bisa hidup tanpa orang lain.
Sedangkan di dalam tata kehidupan masyarakat kota, berbanding terbalik dengan kehidupan masyarakat didesa. Masyarakatnya jarang sekali untuk berinteraksi dengan orang lain. Sosialisasi mereka kepada orang lain pun sangat rendah. Mereka seolah-olah bisa hidup mandiri tanpa adanya orang lain.

2.      PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

3.      SARAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar